Rabu, 23 Januari 2013

Pemberontakan G-30-S PKI


Latar Belakang
Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya,pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis. Beruntunglah pada saat itu Muso dan Amir Syarifuddin berhasil ditangkap dan kemudian ditembak mati sehingga pergerakan PKI dapat dikendalikan.
Namun ,melalui demokrasi terpimpin kiprah PKI kembali bersinar. Terlebih lagi dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom(Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Bahkan, Presiden Soekarno mengangap aliansinya dengan PKI menguntungkan sehingga PKI ditempatkan pada barisan terdepan dalam demokrasi terpimpin.
Menurut saya keputusan tersebut patut disayangkan mengingat hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan rencana-rencana buruknya. Yang salah satunya sudah terbukti adalah pemberontakan G-30-S-PKI yang dipimpin oleh DN.Aidit. Pemberontakan itu bertujuan untuk menyingkirkan TNI-AD sekaligus merebut kekuasaan pemerintahan.
Sebenarnya pada saat itu keburukan PKI sudah akan terbongkar dengan ditemukannya dokumen-dokumen perjuangan PKI yang berjudul ”Resume Program dan Kegiatan PKI Dewasa ini”. Dalam dokumen tersebut Nampak jelas disebutkan bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. Akan tetapi Ir.Soekarno tidak mempercayai hal itu dan tetap mendukung PKI. Hal ini tentu membuat PKI merasa percaya diri dan merasa terbang di atas angin.
Selain karena ingin merebut kekuasaan,ada juga factor lain yang membuat mereka melakukan pemberontakan itu,yakni :

1.      Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima
Menurut saya permintaan PKI tersebut hanyalah sebuah taktik terselubung untuk mengumpulkan masa yang jauh lebih besar lagi. Sehingga suatu saat nanti apabila hari “H” yaitu saat pemberontakan itu dilancarkan mereka sudah mempunyai pertahanan yang kuat.

 2.      Angkatan Darat menolak Nasakomisasi
Adanya nasakomisasi hanya akan menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya. Ajaran nasakom, dilihat dari asal kata pembentukan katanya saja sudah ganjil, yakni “nasional,agama, komunis”. Untuk kata nasional dan agama mungkin masih dapat kita cerna dengan baik. Akan tetapi untuk kata”komunis” membuat kita berfikir dua kali untuk menyetujui ajaran ini. Apalagi setelah banyaknya kerusuhan yang dilakukan partai ini hingga timbulnya korban jiwa. Keputusan TNI-AD memang sangat tepat menolak nasakomisasi tersebut.

 3.      Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia.
Hal ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan membantu Cina meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga.Dengan melihat tiga poin penolakan di atas, saya dapat membayangkan betapa sakit hatinya PKI pada saat itu, sehingga bukan suatu hal yang aneh lagi jika sejak saat itu Angkatan Darat menjadi target pertama dalam pemberontakan yang akan mereka lancarkan.
Namun bagaimanapun juga, seharusnya mereka harus berlapang dada menerima  segala keputusan dan membuang jauh segala rasa dendamnya.

Pelaksanaan Gerakan 30 September PKI 1965
Kamis, tanggal 30 September 1965 PKI telah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk melancarkan serangan-serangan. Persaiapan itu dipimpin oleh Kolonel Untung Sutopo,dan dihadiri oleh Latief Suyono,Supono,Suradi,Sukisno,Kuncoro,Dul Arif,Syam dan Dono.
Malam harinya, Aidit mengarahkan seluruh operasi dan menyiapkan penyelesaian politik/penggantian kekuasaan setelah pembersihan para Jenderal dilakukan.
Sesuai dengan strategi dan rencana yang telah ditetapkan,pasukan pendukung G-30-S-PKI dibagi dalam tiga kelompok tugas, yaitu sebagai berikut;
1).Komando Penculikan dan Penyergapan dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arif
2).Komando Penguasaan Kota dipimpin oleh Kapten Suradi
3).Komando Basis dipimpin oleh Mayor(udara) Gatot Sukresno
Komando penculikan dan penyergapan menggunakan nama samara Pasopati,komando penguasaan kota memakai nama samara Bima Sakti,dan komando Basis memakai nama samara Gatot kaca.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari,pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari lubang buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. Pasukan Pasopati berhasil melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi. Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut;
1.       Letnan Jenderal Ahmad Yani
2.       Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo
3.       Mayjen R.Suprapto
4.       Mayjen Siswono Parman
5.       Brigjen Donald Izacus Panjaitan
6.       Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit.
Sungguh hal ini merupakan perbuatan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Anak yang masih kecil dan tidak tahu duduk permasalahannya pun ikut menjadi korban. Ajudan Nasution,Letnan Satu Pierre Andries Tedean ikut menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi Karel Stasuit Tubun,pengawal rumah Waperdam II Dr.J.Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Nasution.
Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah besar. Untuk itu,Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi.
Saat berada di istana, Suparjo melihat bahwa niliter di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehancuran operasi mereka.
Terbunuhnya kepala staff  TNI-AD dan beberapa perwira lainnya mengakibatkan kekosongan kepemimpinan dalam tubuh TNI-AD. Kemudian Mayjen Soeharto sebagai panglima Kostrad mengambil alih pimpinan sementara.
Tindakan yang pertama  dilakukannya adalah mengadakan koordinasi dengan pasukan-pasukan yang berada di Jakarta melalui panglima-panglimanya masing-masing. Kemudian langkah berikutnya Soeharto memerintahkan Kolonel Sarwo Edi Wibowo untuk segera merebut kembali RRI dan kantor Pusat Telekomunikasi yang sebelumnya dikuasai oleh PKI. Setelah berhasil merebut RRI, Mayor Jenderal Soeharto menyampaikan pengumuman yang intinya adalah memberitahukan bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi  tindak penghianatan oleh pelaku G-30-S-PKI dan telah terjadi penculikan beberapa perwira tertinggi.

Dari pemberontakan PKI tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa perebutan kekuasaan pada saat itu sudah menjadi hal yang biasa sama seperti saat ini. Saling menjatuhkan merupakan hal yang biasa.
Namun sebenarnya yang perlu kita jadikan pelajaran adalah bahwa kita harus tetap bersatu apapun perbedaannya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

viewers

Categories

Diberdayakan oleh Blogger.